BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Etika Bisnis
Etika
akan memberikan panduan bagi pemegang saham, manajer, dan pekerja untuk
melakukan tindakan bisnis secara etis. Sedangkan Etika Bisnis merupakan
penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebih khusus lagi
makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan
manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan.
Menurut Weiss (2014:14) menjelaskan bahwa etika melibatkan pikiran dan tindakan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah, dan dan hal itu dijadikan
prinsip dalam pengambilan keputusan untuk memilih tindakan yang tidak menyakiti orang lain. Penjelasan ini memposisikan etika sebagai sebuah proses
pemikiran dan tindakan yang dilakukan untuk membedakan antara salah dan benar. Secara
lebih umum Hartman (2014:11) menjelaskan bahwa etika berkaitan dengan cara manusia menjalani
kehidupan. Dimana menjalani kehidupan secara benar diasumsikan beretika. Dengan
demikian pengertian etika dan kaitannya denga bisnis adalah berkaitan dengan
bagaimana pengambilan keputusan perusahaan secara benar atau tidak, apakah
disesuaikan atau didasari oleh prinsip-prinsip moral dalam pengambilan
keputusan bisnisnya (Clarkson, 2015:95).
Untuk memahami apakah etika, kita perlu terlebih dahulu membedakannya dengan
moralitas. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara
baik sebagai manusia. Sistem nilai terkandung dalam ajaran yang berbentuk
petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan dan perintah yang diwariskan secara
turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia
harus hidup dengan baik agar mereka benar-benar menjadi manusia yang baik.
Moralitas merupakan tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan tentang
yang baik atau yang buruk. Moralitas memberi manusia petunjuk tentang bagaimana
ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak, dalam hidup ini sebagai manusia
yang baik dan bagaimana harus menghindari perilaku-perilaku yang buruk.
Lain dengan moralitas, etika harus dipahami sebagai
sebuah cabang filsafat yang berbeda mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika
sangat menekankan pada pendekatan yang kritis dalam melihat nilai dan norma moral tersebut serta
permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral tersebut.
Etika adalah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai
dan norma moral yang terwujud dalam sikap dan perilaku hidup manusia, baik
secara pribadi maupun kelompok. Karena etika merupakan refleksi kritis terhadap
moralitas maka etika tidak bermaksud untuk bertindak sesuai moralitas begitu
saja. Etika menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi
bukan karena diperintahkan oleh nenek moyang atau guru, melainkan karena ia
sendiri tahu bahwa hal itu memang baik bagi dirinya dan bukan sekedar
ikut-ikutan. Ia sendiri sadar secara kritis bahwa tindakan seperti itu baik
bagi dirinya dan bagi masyarakat karena alasan-alasan yang rasional.
Etika
Bisnis bukan merupakan suatu etika yang berbeda dari etika pada umumnya dan
etika bisnis bukan merupakan suatu etika yang hanya berlaku didunia bisnis.
Sebagai contoh, apabila ketidakjujuran dipandang sebagi perilaku yang tidak
etis dan tidak bermoral, maka siapapun didalam kegiatan usaha (manajer atau karyawan)
yang tidak jujur tehadap para pekerja, para pemegang saham, dan para pelanggan
maupun para pesaing, maka mereka dipandang melakukan tindakan yang tidak etis
dan tidak bermoral. Selanjutnya, apabila perilaku mencegah pihak lain menderita
kerugian dipandang sebagai perilaku etis, maka perusahaan yang menarik
kembali produknya yang memiliki cacat produksi dan dapat membahayakan
keselamatan konsumen, dapat dipandang sebagai perusahaan yang melakukan
perilaku etis dan bermoral.
2.2
Good Corporate Governance
Pengertian Good Corporate Governance menurut Leo dan Simarmata,
2007:17) adalah seperangkat tata hubungan diantara manajemen perseroan, direksi,
komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya. Hal senada juga disampaikan oleh Suprayitno, et all, (2004:18) menjelaskan bahwa
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain. Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa Good Corporate Governance merupakan cara untuk
mengatur hubungan ndividu-individu yang ada dalam suatu perusahaan.
Sementara menurut Sjahdeini (1999:1) Corporate governance adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan, pembagian
tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab dari
masing-masing unsur yang membentuk struktur perseroan, dan mekanisme yang harus
ditempuh oleh masing-masing unsur dari perseroan tersebut, serta
hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari struktur perseroan itu mulai dari
RUPS, direksi, komisaris, juga mengatur hubungan-hubungan antara unsur-unsur
dari struktur perseroan dengan unsur-unsur di luar perseroan yang pada
hakekatnya merupakan stakeholders
dari perseroan, yaitu negara yang sangat berkepentingan akan perolehan pajak
dari perseroan yang bersangkutan, dan masyarakat luas yang meliputi para
investor publik dari perseroan itu (dalam hal perseroan merupakan perusahaan
publik), calon investor, kreditor dan calon kreditor perseroan. Corporate governance adalah suatu konsep
yang luas.
Berdasarkan uraian mengenai corporate governance tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah suatu
sistem pengelolaan perusahaan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja
perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders
dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta
nilai-nilai etika yang berlaku secara umum.
2.2.1 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Dalam praktik corporate
governance berbeda disetiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan
sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan
praktik ini menggambarkan perbedaan dalam kekuatan suatu kontrak, sikap politik
pemilik saham dan hutang. Dengan demikian beberapa aturan, pedoman, atau
prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan corporate
governance juga akan berbeda (Suprayitno, et all, 2000:18). Konsentrasi
kepemilikan, ukuran perusahaan, dan jenis perusahaan akan mempengaruhi kualitas
implementasi Good Corporate Governance
perusahaan (Darmawati, 2006). Selain itu, pelaksanaan prinsip-prinsip dasar GCG
harus mempertimbangkan karakter setiap perusahaan seperti besarnya modal,
pengaruh dari kegiatannya terhadap masyarakat dan lain sebagainya. (Arafat,
2008:9)
Prinsip-prinsip mengenai corporate governance memiliki banyak versi, namun pada dasarnya
mempunyai banyak kesamaan. Untuk penelitian ini prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang digunakan
adalah prinsip-prinsip yang dikenal sebagai “TARIF” (transparency, accountability, responsibility, independency, fairness).
2.3
Panduan Pelaksanaan GCG di Indonesia
Perangkat
hukum atau pedoman dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance di Indonesia, sudah dilakukan sesuai dengan pemerintah melalui Keputusan Menteri
Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri No. Kep/31/M.EKUIN/08/1999, telah
membentuk suatu badan yang diberi nama Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG). Komite
Nasional ini bertugas untuk merumuskan dan merekomendasikan kebijakan nasional
mengenai pengelolaan perusahaan. Komite Nasional ini telah merumuskan suatu
Kerangka Kerja Good Corporate Governance atau
Pedoman Good Corporate Governance. Pedoman Good
Corporate Governance yang
dikeluarkan KNKCG telah beberapa kali disempurnakan, yakni pada tahun 2001 dan
2006.
Dalam
panduan yang dikeluarkan oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance menjelaskan bahwa GCG
diperlukan untuk
mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga
pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator,
dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan
jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-
masing pilar adalah:
1. Negara
dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim
usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent
law enforcement).
2. Dunia
usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan
usaha.
3. Masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak
dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial
(social
control) secara
obyektif dan bertanggung jawab.
1. Peranan
Negara
1.
Melakukan
koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional dengan memprioritaskan kebijakan
yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu regulator
harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk dapat melakukan penyempurnaan
atas peraturan perundang-undangan secara berkelanjutan.
2.
Mengikutsertakan
dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan (rule-making
rules).
3.
Menciptakan
sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang memiliki integritas
dan profesionalitas yang tinggi.
4.
Melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten.
5.
Mencegah
terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
6.
Mengatur
kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan mata rantai yang singkat
serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien
dan transparan.
7.
Memberlakukan
peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan pelapor (whistleblower) yang
memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemberi
informasi dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau pihak lain.
8.
Mengeluarkan
peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk ketentuan yang dapat
menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
9.
Melaksanakan
hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya dalam hal Negara juga
sebagai pemegang saham perusahaan.
2. Peranan
Dunia Usaha
1.
Menerapkan
etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat,
efisien dan transparan.
2.
Bersikap
dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam melaksanakan
peraturan perundang-undangan.
3.
Mencegah
terjadinya KKN.
4.
Meningkatkan
kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan pada
asas GCG secara berkesinambungan.
5.
Melaksanakan
fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang penyimpangan yang
terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat dilaksanakan bersama pada suatu
kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu.
3. Peranan
Masyarakat
1.
Melakukan
kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap pelayanan
masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan
produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat
secara obyektif dan bertanggung jawab.
2.
Melakukan
komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam mengekspresikan
pendapat dan keberatan masyarakat.
3.
Mematuhi
peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
2.3.2 Prinsip Dasar Pelaksanaan GCG
Setiap
perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis
dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk
mencapai kesinambungan usaha (sustainability)
perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
1.
Transparansi (Transparency)
Untuk
menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan
oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan pedoman pokok pelaksanaan :
a.
Perusahaan
harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai
dengan haknya.
b.
Informasi
yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian
internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
c.
Prinsip
keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d.
Kebijakan
perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.
2.
Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Dengan pedoman pokok pelaksanaan :
a.
Perusahaan
harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ
perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
nilai-nilai perusahaan (corporate
values), dan
strategi perusahaan.
b.
Perusahaan
harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai
kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan
GCG.
c.
Perusahaan
harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan
perusahaan.
d.
Perusahaan
harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten
dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward
and punishment system).
e.
Dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua
karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code
of conduct) yang
telah disepakati.
3.
Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan
harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
a.
Organ
perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b.
Perusahaan
harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4.
Independensi (Independency)
Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
a.
Masing-masing
organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun,
tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan
dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
b.
Masing-masing
organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran
dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
5.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam
melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan.
a.
Perusahaan
harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan
masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka
akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
b.
Perusahaan
harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan
sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
c.
Perusahaan
harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan
melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, gender, dan
kondisi fisik.
No comments:
Post a Comment