Konsep Gender
Istilah gender pada
mulanya berasal dari perhatian kaum feminis dalam bidang politik. Pada waktu
itu, mereka memiliki keinginan yang kuat untuk mengubah hubungan antara pria
dan wanita yang dianggap tidak adil, terutama dalam bidang politik atau
kekuasaan (Gilchrist, 1999:2). Selanjutnya, Gilchrist berpendapat bahwa gerakan
kaum feminis yang telah mempengaruhi arkeologi ini dapat dikelompokkan ke dalam
tiga gelombang (Savitri, 2007:pp.161-167).
Gelombang pertama
berlangsung sekitar tahun 1880 hingga 1920. Gerakan ini bermula dari keinginan
kaum feminis untuk mengubah sistem kekuasaan yang ada. Pada waktu itu, pria
lebih berkuasa dalam bidang politik apabila dibandingkan dengan wanita.
Akibatnya adalah wanita tidak dapat tampil di depan umum karena mereka tidak
hanya tidak memiliki hak pilih, tetapi juga tidak dapat beremansipasi dalam
masyarakat, tidak dapat aktif dalam bidang politik, tidak dapat mengikuti
pendidikan tinggi, serta tidak dapat memiliki pekerjaan yang layak. Dengan
adanya gerakan kaum feminis itu, sedikit demi sedikit peran wanita dalam bidang
politik, pendidikan, dan pekerjaan yang layak di luar rumah menjadi lebih besar
daripada sebelumnya.
Gelombang kedua ini
berkembang pada akhir tahun 1960-an. Fokus gerakan gelombang kedua ini adalah
pada isu kesetaraan dalam hubungannya dengan jenis kelamin, reproduksi, serta
penggunaan wilayah publik dan domestik. Fokus tersebut muncul karena adanya
tekanan terhadap wanita sehingga menimbulkan ketidaksetaraan antara pria dan
wanita. Tekanan tersebut berasal dari teori patriarki yang dalam praktiknya
sangat mempengaruhi kerangka kerja berbagai ilmu baik sosial maupun alam. Teori
tersebut menyatakan bahwa kekuasaan membentuk subordinasi wanita melalui
beberapa institusi, seperti keluarga, pendidikan, agama, dan pemerintah.
Ilmu-ilmu yang terpengaruh itu di antaranya adalah sejarah, antropologi, dan
primatologi.
Gelombang ini
berkembang sejak awal tahun 1980 hingga sekarang. Gelombang ini mengacu pada
pemikiran postmodernis feminism atau bahkan postfeminism yang dipengaruhi oleh
poststructuralism dan postcolonialism . Perhatian kaum feminis pada gelombang
ketiga ini lebih tertuju pada pendekatan kultural dan simbolis. Pada dasarnya, kaum
feminis ini menolak pemikiran yang menggolong-golongkan karakter pria dan
wanita secara umum. Adapun penekanan pada gelombang ketiga ini adalah perbedaan, yaitu perbedaan
antara pria dan wanita, baik secara seksual, etnis, maupun sosial.
Bias
Gender
Persoalan bias gender
mengacu pada pendapat paham androsentris,
dimana paham ini berpendapat bahwa pria adalah pusat dari segala hal, pria adalah
pembentuk masyarakat atau dominasi pria adalah normal dan alami (Johnson,
1999:119). Sebaliknya, wanita dianggap tidak penting dan sebagai pihak yang
terpinggirkan serta tidak memiliki arti penting. Pendapat-pendapat umum yang
lebih menonjolkan peran pria dibandingkan dengan wanita dalam masyarakat itulah
yang disebut sebagai bias gender.
Masalah utama gender
adalah bahwa hal itu didasarkan pada bias gender, yaitu suatu atribut
karakteristik sosial yang didasarkan pada anatomi (Hausman 2001). Pemahaman
gender yang didasarkan hanya pada anatomi semata menghasilkan suatu bias yang
melekat pada masyarakat. Masyarkat khususnya mengidentikkan gender dengan
fungsi-fungsi perempuan dan laki-laki yang hanya didasarkan pada persoalan
jenis kelamin yang secara kodrati memang memiliki perpedaan. Namun, anggapan
ini justru memperburuk pemahaman sehingga akan membatasi masyarakat dalam
melihat dan memahami gender itu sendiri. Banyak orang beranggapan bahwa gender
hanya dilihat dari struktur biologis pada individu, sehingga menghasilkan
persepsi bahwa gender "tidak dapat diubah" dan "alami"
(Preves 2001).
Kata gender dapat diartikan sebagai peran
yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses
sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada
perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki-namun kebudayaan
menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang
kepantasan dalam berperilaku, dan pada gilirannya hak-hak, sumber daya, dan
kuasa. Kendati tuntutan ini bervariasi di setiap masyarakat, tapi terdapat beberapa
kemiripan yang mencolok. Misalnya, hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan
tanggung jawab perawatan anak pada perempuan, sedangkan tugas kemiliteran
diberikan pada laki-laki. Gender adalah sebuah kategori sosial yang sangat
menentukan jalan hidup seseorang dan partisipasinya dalam masyarakat dan
ekonomi (Word Bank. 2000).
Kesetaraan
Gender
Kesetaraan gender
merupakan hal yang diterima secara luas sebagai komponen penting bagi praktek
pembangunan yang berkelanjutan.
Pemberian kesempatan yang sama bagi perempuan, sebagaimana laki-laki, untuk
mengembangkan potensi mereka secara maksimal dan berkontribusi bagi ekonomi dan
kesejahteraan keluarga serta masyarakat, merupakan sebuah elemen penting dalam
upaya mencapai pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Aida Vitayala (2014)
mengungkapkan, persepsi mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan
ciri biologis primer (fisik) telah membudaya, sehingga memengaruhi cara pandang
masyarakat. Padangan itu juga yang membatasi peran perempuan dalam tatanan
sosial. Ciri biologis primer itu memungkinkan perempuan memiliki kemampuan 2H -
2M (haid, hamil, melahirkan, dan menyusui). Hal itu menyebabkan mereka
diposisikan berperan di rumah. Dalam ciri biologis sekunder (kuat-lemah atau
maskulin-feminin) tidak ada perbedaan mencolok. Demi meraih hak sama di segala
bidang, perempuan mengharapkan kesetaraan gender. Kesetaraan disini bukan
berarti tuntutan perempuan untuk menyamakan fungsi perempuan dan laki-laki.
Kesetaraan disini, dimana perempuan ingin memiliki akses dan kesempatan yang
sama sesuai dengan kompetensinya.
Pembangunan yang
memerhatikan ketidaksetaraan gender dan berbagai bentuk diskriminasi yang
dialami oleh kaum perempuan sesungguhnya membantu kaum perempuan dalam
memajukan hak-hak asasi mereka dan mendukung terciptanya sebuah masyarakat yang
lebih adil dan kooperatif. Sementara
itu, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Instruksi Presiden (INPRES) RI
No.9/2000 yang mensyaratkan perlunya pengarusutamaan gender dalam upaya-upaya
pembangunan. Pada tahun 2002, sebuah pedoman mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
telah diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan untuk memberikan
arahan bagi lembaga-lembaga pemerintah
dalam pelaksanaan INPRES 9/2000, dan menyusul dengan digunakannya sebuah
pendekatan GAP (Gender Analysis Pathway)
(Word Bank:2000).
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Indonesia tahun 2005-2009 menargetkan pengarusutamaan
gender dalam area-area utama yang terkait dengan upaya mewujudkan negara
Indonesia yang adil dan demokratis. Dokumen ini mempertegas pentingnya:
menjamin partisipasi semua anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan baik
di tingkat nasional maupun daerah;
memperkenalkan tindakan afirmatif bagi partisipasi kaum perempuan dalam
pemerintahan; menyediakan upaya-upaya peningkatan kapasitas bagi kaum perempuan
untuk berperan dalam pengambilan keputusan politik; menjamin partisipasi kaum
perempuan dalam berbagai pelatihan dan peningkatan keterampilan bisnis; serta
memastikan bahwa sektor formal memberikan peluang kepada kaum perempuan untuk
berpartisipasi di dalamnya.
Daftar Pustaka
Preves, S. E.
(2005). Intersex and identity: The contested self. New Brunswick, NJ:
Rutgers University Press.
Johnson,
Matthew. 1999. Archaeological theory: An
Introduction. Oxford: Blackwell Publishers Ltd.
Savitri, Mimi. 2007. Bias Gender: Masalah
Utama Dalam Interpretasi Arkeologi. Jurnal
Humaniora. Vo. 9. No. 2. Halaman 161-167.
Witayala, Aida.
2014. Kesetaraan Gender. http://www.jurnalperempuan.org/
kesetaraan-gender.html diakses tanggal 14-04-2015
pukul 13:30.
Gilchrist, Roberta. 1999. Gender and Archaeology. New York:
Routledge.
Hausman, B. L.
(2001). Recent transgender theory. Feminist Studies, 27, 465–490.
Word Bank.
2000. Rangkungan Pembangunan Berperspektif Gender. siteresources.worldbank.org
diakses tanggal 14-04-2015 pukul 13:30.